![]() |
Jepang -yang terkenal
dengan makanan khasnya, sushi-, sempat kewalahan memenuhi kebutuhan ikan segar untuk
pasar dalam negeri. Nelayan Jepang menangkap ikan salmon lalu membawanya
hidup-hidup ke daratan untuk kemudian diolah menjadi hidangan yang lezat.
Kesegaran ikan menjadi kunci utama hidangan tersebut dan menjadi tantangan
tersendiri bagi para nelayan, karena umumnya ikan akan mati setelah ditangkap.
Banyak cara dilakukan, hingga salah satunya adalah membuat kolam buatan di atas
kapal yang kondisinya disesuaikan dengan laut habitat si salmon. Namun usaha
tersebut masih belum cukup. Masih banyak ikan yang mati begitu kapal penangkap
ikan berlabuh. Tak kehabisan akal, para nelayan melakukan hal yang brilian.
Ketika menangkap salmon di laut, para nelayan akan memasukkan hiu kecil ke
kolam buatan di atas kapal tersebut. Melihat ada predator berenang di
sekitarnya, para ikan salmon yang terkenal akan gizinya tersebut menjadi ‘terjaga’.
Meski berada di kolam yang notabene berukuran kecil dibanding habitat aslinya,
ikan-ikan ini tetap tak ingin menjadi santapan si hiu kecil. Maka mereka
berenang, bergerak kesana kemari, menghindar dari si hiu dan menjauhi takdir: wafat
sebagai santapan sesama. Alhasil, lebih sedikit ikan yang mati begitu kapal
nelayan berlabuh, bahkan nyaris tidak ada.
Dalam hidup, kita
sering dihadapkan pada masalah-masalah yang memaksa kita keluar dari zona
nyaman bahkan zona aman. Ketika kita telah melakukan upaya terbaik namun ada
saja masalah yang mampir. Ternyata “hiu-hiu kecil” nyaris selalu ada. Ia bisa
berbentuk beraneka rupa : karir yang mandeg, pekerjaan yang mulai membosankan,
penghasilan yang tidak pernah cukup, orang tua sakit parah, teman yang
berkhianat, pasangan hidup selingkuh, anak yang selalu rewel, atau bisa apa saja.
Hidup siapa sih yang tidak pernah mendapat masalah, cobaan dan tantangan?
Seperti para salmon -ternyata
adanya hiu lah yang membuat mereka tetap hidup-, hadirnya masalah, yang membuat
kita ‘hidup’. Tanpa kita sadari, masalah membuat kita kreatif mengakali jalan
keluar. Masalah membuat kita tertempa menjadi pejuang. Masalah menjadikan sifat
manja, mindset aku-pasti-tidak-bisa, pesimisme dan bahkan mental yang loyo
hilang seketika. Bagaimana tidak, biasanya pekerjaan memasak kita gantungkan
pada orang tua, lalu beliau sakit keras hingga tidak bisa beraktivitas, apa
kita mau makan nasi bungkus tiap hari? Atau misalnya istri yang hanya menerima
gaji suami tiap awal bulan, lalu seandainya suaminya berumur singkat, apakah masih
akan diam saja seperti semula? Jelas tidak, bukan? Masalah menjadikan kita
pemikir, pencari solusi dan pengambil keputusan bijak. Kadang hal tersebut yang
tidak kita sadari, kesulitan hiduplah yang membuat kita tak jadi mati, tentu
dalam artian konotasi.
Mendapat cobaan hidup
yang berat membuat kita bertanya, akankah saya sanggup menjalaninya? Maka
pertama ingatlah sabda Sang Pencipta bahwa Ia hanya menguji hambaNya sesuai
kapasitasnya. Lalu selanjutnya, tanpa sadar, kita berproses menuju sesuatu yang
baik. Kemampuan kita beradaptasi dengan kesulitan ternyata luar biasa, bahkan tanpa
kita sangka sebelumnya. Kita tak pernah tahu titik terendah kita karena ketika
kita ‘terus berenang’ dalam intaian masalah tersebut, maka kita akan selalu
bisa menyudahinya sebagai pemenang.
Lalu, setelah ini jika
masalah datang, jangan diratapi. Katakanlah: “Oke, hiunya sudah datang. Mari
bergerak wahai diri yang manja dan pesimis. Kita pasti bisa”
pic : googleimage
pic : googleimage
No comments:
Post a Comment