*postingan ini ditulis pada Desember 2011. Entah kenapa baru 'berani' mempostingnya hari ini
weheartit
Menatap laut dari pantai dengan semilir angin selalu mampu membuat imaji terbang jauh, bahkan sejauh ribuan mil menuju tempatmu berada.
Kamu apa kabar? Mudah-mudahan baik-baik saja ya, tidak
terpasung dalam kemonotonan rutinitas seperti yang dulu sering kamu keluhkan
padaku.
Ah... Rutinitas, bahkan dalam posisi bebas tanpa bebanpun
kita akan terikat dengan yang namanya rutinitas.
Bisakah kita bosan?
Bisa, itulah kata sifat yang paling mudah kita katakan ketika
kita tak punya kalimat lain untuk menggambarkan perasaan muak akan waktu yang
seperti melaju lamban.
Tapi bolehkah kita bosan? Ini yang selalu kita diskusikan,
tak pernah menemui kata sepakat. Menurutku, hidup dan bosan, seperti dua sisi
mata uang yang tak akan pernah berpisah. Jika kita ingin mengakhiri salah
satunya, maka akhirilah keduanya. Tapi kamu selalu punya bantahan untuk itu.
Bagiku, hidup dan rutinitas, mereka begitu membosankan,
sebosan menunggu pelayan yang mengulang-ulang pesanan kita di saat rasa lapar
sanggup membuat kita melahap apa saja! Hidup dan bosan, begitu rutin, serutin
jantung memompa darah, serutin paru-paru berdenyut menghasilkan nafas, serutin
kedip mata bahkan tanpa diminta. Karena itu, kendati membosankan kita tidak
boleh merasa bosan. Tidak diizinkan bosan, kalau perlu tidak berhak untuk
merasa bosan.
Tahu tidak, kita saling iri dengan kehidupan masing-masing.
Kamu, pekerjaanmu, pencapaianmu dan bahkan tempat kamu melabuhkan masa depan
pun sering kucemburui. Kamu begitu beruntung! Kehidupan sosialmu bisa kamu
capai dengan nongkrong di kafe-kafe, bertemu teman-teman yang punya topik
membicaraan yang sama, menonton pertunjukan musik, teater atau apapun,
menghadiri konser band favorit, menonton film saat rilisnya masih segar,
menikmati aneka kemudahan kehidupan kota besar. Aku iri dengan itu. Tetapi
tidak pernah dengki, karena aku tahu kamu harus berangkat kerja pagi-pagi buta
agar tidak terkena macet, lalu pulang larut agar umur tak hanya habis di jalan.
Untuk bagian itu, aku tidak pernah mencemburuimu.
Tapi kamu pernah bilang iri dengan hidupku. Aku yang
kesehariannya akrab dengan semilir angin, riang ombak dan tentu pasir putih.
Yang menjelejahi daerah-daerah sulit, tak jarang mendatangi tempat-tempat baru
karena tuntutan pekerjaan, walaupun masih berskala lokal,the fact is I’m an
adventurer J dan kamu iri dengan itu.
Lalu, cara kita menjalani hidup masing-masing tak jarang
bertemu di titik-titik tertentu. Di saat kita lelah dengan pencapaian yang
harus terus diburu, di saat kita butuh teman bicara yang bahkan tanpa perlu
menyelesaikan kalimat sudah tahu arah pembicaraan kemana, di saat kita
memerlukan hal-hal yang kita tidak temukan di keseharian kita. Maka, saat
itulah takdir kita bersinggungan. Ringan dan menyenangkan. Mungkin lebih lanjut
kamu membahasakannya sebagai sesuatu yang menyamankan.
Kita mulai terbiasa dengan eksistensi satu sama lain. Semacam
kebutuhan jika tak ingin disebut kecanduan. Kita mulai berbagi mimpi, rumah
idaman, bagpacker keliling Indonesia, liburan ke eropa, sekolah lagi di luar
negeri dan mimpi-mimpi lain yang anehnya, dalam waktu bersamaan terlihat
mungkin dan tak mungkin diwujudkan. Ada yang kurang dalam rutinitas hari jika
kita tidak membahas musik, film, politik, harga cabe keriting, apa warna dasi
terbaik hingga anjloknya pasar saham. Random dan masih menyenangkan.
Lalu, masing-masing kita tersadar –entah siapa yang duluan-
bahwa ini tak lagi sama. Ada yang berbeda dan jelas mengarah kemana. Entahlah,
sampai sekarang akupun bingung mendefenisikannya sebagai apa. Aku tak punya
jawaban apa-apa jika ditanya, seperti apa aku memaknainya. Maka sejak detik
itu, sejak percakapan dunia maya malam itu, kita menjadi berbeda, asing dan
mulai membuat pagar.
Hari berganti. Ketidakjelasan semakin menguasai prasangka.
Lalu aku sampai pada kesimpulan, bahwa kebosanan kita akan hidup dan
rutinitaslah yang membuat kita –aku dan kamu- larut. Dunia kita yang berbeda
memiliki kemiripan, dunia yang terdiri dari orang-orang dengan seragam. Seragam
pakaian dan seragam pemikiran. Dunia yang berlari kencang agar tak tergilas.
Dunia yang dalam berlarinya tak sempat melihat pemandangan di kiri kanan.
Karena itu kita membutuhkan sesuatu yang tak sama, sesuatu yang di luar kotak, membutuhkan
pribadi unik atau orang-orang yang kamu sebut uncommon people. Di sinilah kita
saling mencari dan saling menemukan sekaligus.
Tapi hidup harus terus berlanjut. Kebuntuan tak harus tumbuh
dan berbunga lagi. Aku bukanlah perempuan penyandera. And I know U are not a
man who can’t be moved. Kita tak perlu mengakhiri apapun, karena kita tak
pernah memulai apapun. Aku, Kamu adalah orang-orang yang dipilih takdir,
dipertemukan semesta untuk saling menyadarkan banyak hal dalam hidup dan
kehidupan. Kita tak perlu lagi buntu dan tergugu dalam mendefenisikan arti
hadir masing-masing. Aku dan kamu, selamanya akan begitu. Dan kuharap begitu.
Kelak, kita akan bercerita pada pasangan dan anak cucu kita
masing-masing, bahwa kita pernah mempunyai -dan akan selalu memiliki-
orang-orang di luar kotak yang tak tergilas gilanya kebosanan hidup dan
rutinitas. Aku bersyukur pernah mengenalmu, berterima kasih banyak pada
kebersamaan kita dan pada hal tak terdefenisi yang kita punya.
tidak perlu menunggunya untuk singgah dan memberi komen, bukan? karena kita sama tahu, tulisan ini salah satu yang ia tunggu, dan akan mengendap di hatinya untuk waktu yang kita tidak tahu entah sampai kapan.
ReplyDelete-pengamat tepi panggung-
aku tidak menunggu apapun, menunggu seseorang singgah atau berkomentar. terima kasih pengamat tepi panggung, and I think I know U :)
ReplyDelete