Panik ketika membuka email alternatif yang bukan daily mail used, mendapat notif bahwa domain ini sudah kadaluarsa, saya membayangkan tulisan remah-remah yang sudah saya mulai sejak 2006 ini. Mencoba ikhlas, ternyata tidak bisa. Akhirnya, dengan segala cara (ceilah, cuma kirim email doang), akhirnya blog ini kembali bisa diakses. Daaan... sejumlah rupiah untuk memperpanjang sewa domain hingga tiga tahun ke depan, akankah sia-sia belaka lagi? Nooooooo...
Perempuan Biru
In ferba volant scripta manent (Yang terucap hilang dibawa angin, yang tertulis akan abadi)
02 November 2018
09 August 2016
Grow A Day Older
Sekali lagi 9 Agustus saya lalui. Alhamdulillah, segala puji wahai Sang Maha Hidup, telah memberikan kehidupan hingga menginjak usia baru hari ini. Semoga usia yang telah lalu dan yang akan saya tapaki kelak, adalah usia yang dilimpahi keberkahan dan keredhoan. Semoga angka demi angka usia ini tak hanya sia-sia belaka, tapi bermakna bagi keluarga, teman-teman dan orang banyak. Semoga kelak, kapanpun usia ini akan terhenti, kehidupan yang telah saya jalani, adalah kehidupan yang memberi manfaat dan kelegaan bagi orang lain. Aamiinn Ya Rabbal 'Alamiin..
17 March 2016
22 February 2016
Hak?
Hak, katamu?
Saya tanya lagi, mau berapa senti?
Saya belikan, tak peduli kau perempuan atau laki
Omong besar, berani protes belakang, itu hanya untuk banci
Pakai hak tujuh senti, mungkin akan bikin kau tambah seksi
Hak katamu?
Hakhakhakhakhak...
kelucuanmu bikin terbahak-bahak
pic from http://www.irishmirror.ie
27 January 2016
Menuju Satu Dekade Menulis di Blog
Juni tahun ini, tepat satu dekade
saya menulis secara online. Sepuluh tahun. Bukan waktu yang sebentar ternyata.
Kilas balik masa sepuluh tahun ini, ternyata banyak cerita antara saya dan
blog. Awalnya blog ini adalah blog gratisan, saya mulai dengan domain
birutetaplahdamai.blogsopt.co.id. lalu sekian lama terabaikan karena setelah
itu saya keranjingan menulis di multiply dengan akun
perempuanbiru.multiply.com. Ketika di akhir tahun 2012 multiply mengumumkan
bahwa mereka akan mengganti kebijakan webnya bukan lagi situs blog tetapi lebih
kepada jual beli secara online (e-commerce), saya segera memindahkan semua
tulisan saya ke blogspot. Kembali ke blog ini. Pada saat itulah saya saya
sadar, bahwa saya cukup banyak menulis tapi tak pernah benar-benar serius
mengelola blog. Status di media sosial, aneka coretan di buku notes, dan memo-memo
di handphone terproteksi itu adalah saksinya. Maka demi mengembalikan lagi
semangat itu, saya memberanikan diri membayar domain sendiri untuk blog ini. Maka
jadilah ia, perempuanbiru dot com.
Kesukaan menulis ini telah saya
lakoni sejak duluuuu sekali. Dari zaman pakai seragam merah putih bahkan. Para sahabat
tahu persis dengan kebiasaan saya ini. Jauh sebelum saya mengenal blog, saya
selalu punya buku tempat menuliskan segalanya. Tak jarang satu dua orang minta
saya buatkan puisi, cerpen atau semacam tulisan motivasi, walaupun jarang
terpublikasi (majalah dinding, tabloid sekolah dan re-write di status sosmed
teman-teman, saya anggap itu publikasi kecil dan nyata J ). Saya punya banyak draft
fiksi berbentuk cerpen, yang sampai sekarang masih saya simpan. Satu-satunya karya
fiksi tersebut saya ikutkan lomba, meraih juara pertama, diterbitkan di
majalah, dibukukan dalam antologi dua tahun setelah itu, tapi itu masih menjadi
satu-satunya karya yang dipublikasikan dengan pengakuan.
Blog ini, menjelang usianya yang
kesepuluh tahun, menemani saya dalam perjalanan siklus yang terus berulang : ingin
kembali menulis blog, membongkar draft lama, ah bagusan bikin tulisan baru,
nanti aja mulai lagi menulisnya, kesibukan banyak sekali, saya tidak sempat
menulis apapun, diam, buka blog lagi, ingin kembali menulis blog dan seterusnya. Hahaha...
begitu terus sampai entah kapan. Padahal melihat ia tergugu di dunia maya, saya pun kasihan. Mengutak-atik tata letak dan tampilan saya lakukan demi
menambah semangat mengunjunginya, bahkan ketika berubah domain, saya re-set statistik
pengunjung mulai dari nol lagi sebagai pengingat : itu loh lihat, blog kamu
dibaca teman-teman, ayo menulis terus!
Dan sekarang, menjelang usianya ke
sepuluh, saya memasang adsense, tapi permohonan adsense saya ditolak. Tak apa, ini mungkin sebagai tambahan pecut agar saya kembali rutin
menulis. Gooo Adeee!!!
18 January 2016
Hiu
![]() |
Jepang -yang terkenal
dengan makanan khasnya, sushi-, sempat kewalahan memenuhi kebutuhan ikan segar untuk
pasar dalam negeri. Nelayan Jepang menangkap ikan salmon lalu membawanya
hidup-hidup ke daratan untuk kemudian diolah menjadi hidangan yang lezat.
Kesegaran ikan menjadi kunci utama hidangan tersebut dan menjadi tantangan
tersendiri bagi para nelayan, karena umumnya ikan akan mati setelah ditangkap.
Banyak cara dilakukan, hingga salah satunya adalah membuat kolam buatan di atas
kapal yang kondisinya disesuaikan dengan laut habitat si salmon. Namun usaha
tersebut masih belum cukup. Masih banyak ikan yang mati begitu kapal penangkap
ikan berlabuh. Tak kehabisan akal, para nelayan melakukan hal yang brilian.
Ketika menangkap salmon di laut, para nelayan akan memasukkan hiu kecil ke
kolam buatan di atas kapal tersebut. Melihat ada predator berenang di
sekitarnya, para ikan salmon yang terkenal akan gizinya tersebut menjadi ‘terjaga’.
Meski berada di kolam yang notabene berukuran kecil dibanding habitat aslinya,
ikan-ikan ini tetap tak ingin menjadi santapan si hiu kecil. Maka mereka
berenang, bergerak kesana kemari, menghindar dari si hiu dan menjauhi takdir: wafat
sebagai santapan sesama. Alhasil, lebih sedikit ikan yang mati begitu kapal
nelayan berlabuh, bahkan nyaris tidak ada.
Dalam hidup, kita
sering dihadapkan pada masalah-masalah yang memaksa kita keluar dari zona
nyaman bahkan zona aman. Ketika kita telah melakukan upaya terbaik namun ada
saja masalah yang mampir. Ternyata “hiu-hiu kecil” nyaris selalu ada. Ia bisa
berbentuk beraneka rupa : karir yang mandeg, pekerjaan yang mulai membosankan,
penghasilan yang tidak pernah cukup, orang tua sakit parah, teman yang
berkhianat, pasangan hidup selingkuh, anak yang selalu rewel, atau bisa apa saja.
Hidup siapa sih yang tidak pernah mendapat masalah, cobaan dan tantangan?
Seperti para salmon -ternyata
adanya hiu lah yang membuat mereka tetap hidup-, hadirnya masalah, yang membuat
kita ‘hidup’. Tanpa kita sadari, masalah membuat kita kreatif mengakali jalan
keluar. Masalah membuat kita tertempa menjadi pejuang. Masalah menjadikan sifat
manja, mindset aku-pasti-tidak-bisa, pesimisme dan bahkan mental yang loyo
hilang seketika. Bagaimana tidak, biasanya pekerjaan memasak kita gantungkan
pada orang tua, lalu beliau sakit keras hingga tidak bisa beraktivitas, apa
kita mau makan nasi bungkus tiap hari? Atau misalnya istri yang hanya menerima
gaji suami tiap awal bulan, lalu seandainya suaminya berumur singkat, apakah masih
akan diam saja seperti semula? Jelas tidak, bukan? Masalah menjadikan kita
pemikir, pencari solusi dan pengambil keputusan bijak. Kadang hal tersebut yang
tidak kita sadari, kesulitan hiduplah yang membuat kita tak jadi mati, tentu
dalam artian konotasi.
Mendapat cobaan hidup
yang berat membuat kita bertanya, akankah saya sanggup menjalaninya? Maka
pertama ingatlah sabda Sang Pencipta bahwa Ia hanya menguji hambaNya sesuai
kapasitasnya. Lalu selanjutnya, tanpa sadar, kita berproses menuju sesuatu yang
baik. Kemampuan kita beradaptasi dengan kesulitan ternyata luar biasa, bahkan tanpa
kita sangka sebelumnya. Kita tak pernah tahu titik terendah kita karena ketika
kita ‘terus berenang’ dalam intaian masalah tersebut, maka kita akan selalu
bisa menyudahinya sebagai pemenang.
Lalu, setelah ini jika
masalah datang, jangan diratapi. Katakanlah: “Oke, hiunya sudah datang. Mari
bergerak wahai diri yang manja dan pesimis. Kita pasti bisa”
pic : googleimage
pic : googleimage
07 January 2016
No More Resolution!
Judul itu saya ketik ketika saya sadar kalau sekarang sudah tanggal 6 Januari dan saya baru ngeh kalau saya sama sekali nggak ngeh dengan tradisi abal-abal saya dari dulu soal resolusi. I dunno why! Mungkin saya sibuk, mungkin saya bosan atau mungkin seperti postingan saya pada bulan Januari tahun lalu, bahwa resolusi saya tiap tahun adalah resolusi basi ; resolusi semakin banyak membaca dan semakin sering menulis.
Atau saya yang semakin dewasa, (halah), jadi saya tak butuh lagi momentum untuk memulai sesuatu yang baik yang dulu pernah saya punya. Saya hanya perlu membulatkan tekad untuk kembali belajar mencerna kehidupan dengan menulis. Saya hanya perlu sedikit waktu untuk diluangkan agar bisa merayakan kehidupan dengan sesuatu yang abadi, tulisan. Entahlah!
Blog ini, dengan berbagai perubahan domain telah memasuki usianya kesepuluh. Satu dasawarsa. Bayangkan betapa tuanya ia, tak sebanding dengan produktivitasnya, walaupun sesekali saya menerima pesan di dunia maya dari teman atau seseorang yang kebetulan mampir, bahwa tulisan di sini menginspirasi mereka. Perempuan Biru di usianya yang kesepuluh ini lebih sering saya abaikan. Nantilah soal traffic atau layout, kontennya saja tak pernah lagi saya perhatikan. Saya bahkan tak tahu ada film dokumenter dengan judul yang sama yang heboh dibahas di sosial media. Walaupun ini tak ada hubungannya dengan blog ini. Tapi ya begitulah. Saya mungkin tak lagi peka dengan keresahan-keresahan yang biasanya saya tuliskan.
Subscribe to:
Posts (Atom)